Pintu masuk Desa Karanglo, Kec. Kerek, Tuban.
bagiinformasi.com : Hawa lembab langsung menyeruak ketika Liputan6.com melangkah ke dalam rumah Taseh di salah satu sudut Desa Karanglo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, pada Kamis, 28 April 2016 lalu. Televisi tabung ukuran 20 inci dibiarkan menyala di atas kotak kayu berbentuk kubus setinggi 0,5 meter. Matras biru dengan pinggiran yang koyak pada setiap sisinya teronggok menutupi tanah merah yang menjadi lantai rumah tersebut. Udara panas di luar masih terbawa hingga ke dalam rumah.
Di matras biru itulah, Juwari (anak perempuan Taseh) mengembuskan napas terakhir pada pertengahan April. Juwari meninggal setelah menderita sakit hampir enam bulan lebih. Catatan kematian dari Puskesmas Pembantu Karanglo menyebut penyebab kematian Juwari lantaran "sakit biasa atau tua". Juwari meninggal pada usia 31 tahun.
Grafik dari angka kematian di desa Karanglo
Taseh belum bisa menghapus kesedihan saat mengingat bagaimana anak pertamanya meninggal. Taseh ingat betul, bagaimana Juwari jatuh sakit saat menderita sesak nafas sekitar enam bulan November tahun lalu. Dia membawa Juwari ke rumah sakit buat berobat. Belakangan dokter memvonis Juwari mengidap kanker getah bening.
Awalnya paru-paru, kemudian sembuh, lalu kumat lagi. Anak itu tubuhnya kurus sekali,â kata Taseh mengenang anaknya kepada Liputan6.com, Kamis (28/4/2016).
Juwari adalah salah satu warga Desa Karanglo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, yang meninggal pada pertengahan April lalu. Kematian Juwari, hanya berselang sepekan dari kematian Sakur. Sepekan setelah Juwari meninggal, warga lain bernama Lamsih juga mengembuskan napas terakhir.
Tiga kematian pada April itu menambah cerita panjang kematian beruntun di Desa Karanglo. Pada Januari hingga Maret 2016, tercatat 28 orang meninggal di Karanglo. Laju kematian ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 45 orang, meninggal sepanjang Januari-Desember 2015.
Kusmiarto, pengurus jenazah di desa Karanglo
Kusmiarto, tokoh masyarakat sekaligus modin (petugas pengurus jenazah) di Desa Karanglo, mengatakan kematian beruntun ini menjadi buah bibir masyarakat. Terlebih, sempat terjadi tiga kematian dalam satu hari. Pasirah, Tamsirah, dan Syamsiah meninggal bersamaan pada 24 Maret 2016.
"Ono opo yo, Mbah? Kok bisa meninggal beruntun" kata Kusmiarto, menirukan pertanyaan warga saat itu. Menurut Kus, sapaan Kusmiarto, mitos hingga desas-desus pun sempat berkembang di antara mereka.
Kus mengatakan, dia selaku tokoh masyarakat, berusaha menenangkan warga dengan mengingatkan kematian tersebut sebagai takdir dari Yang Maha Kuasa. Toh, katanya, yang meninggal umumnya sudah berusia lanjut.
Tapi belakangan, peristiwa kematian beruntun di Desa Karanglo, mencuat ke publik. Kabar kematian di desa tersebut terdengar hingga ke Jakarta. Sejumlah media pada awalnya menyebutkan 61 kematian secara beruntun di desa tersebut. Laporan awal itu segera dibantah Kepala Desa Karanglo.
Tingginya angka kematian di desa tersebut mengundang perhatian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM kemudian menurunkan tim investigasi untuk mengecek langsung ke Karanglo. Mereka mencari tahu penyebab misteri kematian warga secara beruntun.
sumber berita http://news.liputan6.com/read/2502535/journal-misteri-kematian-beruntun-di-karanglo