Berbagi Informasi : Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Inspektur Jenderal Purnawirawan Ansyaad Mbai optimistis upaya aparat gabungan TNI dan Polri memburu gembong teroris paling dicari, Santoso alias Abu Wardah, di Poso dalam waktu dekat akan berakhir.
Operasi dengan sandi Operasi Tinombala itu menggantikan operasi sebelumnya, Camar Maleo.
Dia melihat keyakinan itu setelah beberapa anggota Santoso tertangkap. Ditambah lagi informasi yang didapat dari salah satu anggota kelompok Santoso yang tertangkap,MAQ alias S alias Brother. Dia ditangkap Senin 22 Maret 2016 sekira pukul 08.30 WITA di Desa Wuasa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah. Brother turun gunung karena kelaparan.
Dari mulut Brother terkuat bahwa di dalam tubuh kelompok teroris Santoso Cs terjadi perpecahan. "Mereka yang mundur dari jalan perjuangan maka akan dicap murtad. Sebagian dari mereka (anak buah Santoso) menilai arah perjuangan Santoso sudah melenceng," kata Ansyaad. Hal serupa juga disampaikan Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala, Komisaris Besar Leo Bona Lubis.
Keyakinan itu juga diukur dari personel-personel yang saat ini terlibat dalam Operasi Tinombala. Mulai dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Kepala BNPT yang dijabat Komisaris Jenderal Tito Karnavian, serta Kapolda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi.
Baik Badrodin, Tito, maupun Rudy cukup mengenal medan Sulawesi Tengah. Mereka sudah sejak lama terjun di wilayah konflik Poso, yaitu sejak peristiwa Bom Tentena, Mei 2005 lalu.
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror, Inspektur Jenderal purnawirawan Suryadharma Salim, mengatakan medan Poso yang berat menjadi salah satu kendala aparat dalam mengejar kelompok Santoso.
"Ini berbeda dengan Aceh, di sini lebih berat," kata Suryadharma kepada Liputan6.com, Jumat 25 Maret 2016.
Medan berat memaksa aparat untuk ekstra hati-hati karena bisa saja serangan datang tidak terduga dari berbagai penjuru tebing dan hutan. Dia mencontohkan beratnya medan saat personel Polri membawa jenazah salah seorang rekan mereka yang gugur karena teserang malaria.
"Bayangkan, butuh waktu 3 hari untuk membawa jenazah turun gunung," ujar Suryadharma.